SEMINAR AKADEMIK Surabaya, 4 November 2022
STT Sola Gratia Indonesia menyelenggarakan Seminar Akademik dalam bentuk online via zoom dengan Tema “PENGAJARAN TEOLOGI MENNONITE TENTANG KESATUAN TUBUH KRISTUS DAN IMPLEMENTASINYA BAGI JEMAAT GITJ MARGOKERTO PEPANTHAN BUKIT SION – KANCILAN – JEPARA”, sebagai nara sumber adalah Rano Surita, M.Mis selaku Ketua Program Studi Misiologi di STT Sola Gratia Indonesia. Dalam pemaparannya, menguraikan bahwa: Dalam proses berdiri dan berkembang, GITJ tidak lepas dari konflik dan masalah, baik konflik internal maupun konflik ekternal. Konflik dan masalah dalam GITJ terkadang terselesaikan dengan baik dan terkadang pula menyebabkan perpecahan di tingkat gereja setempat, bahkan juga pernah terjadi perpecahan di tingkat Sinode, hingga mengakibatkan munculnya ada dua organisasi GITJ di tingkat Sinode. GITJ Margokerto sebagai gereja induk dari dua pepanthan yang dimilikinya (Pepanthan Kaliyaman dan Bukit Sion Kancilan, di mana penulis sedang melaksanakan tugas orientasi) adalah salah satu Gereja di wilayah Jepara yang telah berusia lebih dari satu abad. Dalam usianya yang sedemikian itu tentu tidak lepas dari berbagai konflik antar pribadi maupun antar kelompok/golongan. Dari konflik- konflik tersebut kecenderungan terjadi luka yang tidak sembuh, yang nampak seolah- olah sembuh. Terlihat tampak sembuh, karena kelompok-kelompok itu akhirnya juga kembali beribadah dalam satu gereja, walaupun ada juga beberapa yang betul-betul tidak kembali ke gereja (masih sebagai orang Kristen). Sesungguhnya luka itu tidak benar-benar sembuh sebab ketika muncul persoalan baru, terjadi akumulasi dengan persoalan yang lama dan konfliknya menjadi lebih besar.
Kondisi itu tentu membuat GIJT bukan saja mengalami stagnasi melainkan kemunduran. Bertitik tolak dari peristiwa itulah, seyogyanya setiap orang percaya khususnya dalam lingkup GITJ, bukan saja memikirkan kembali nasehat Tuhan mengenai kesatuan, tetapi sungguh-sungguh bertekad melakukannya dalam kehidupan bergereja.Sebab hanya dengan melakukan firman Allah, itulah kesaksian Injil yang hidup supaya nama Yesus tersebarluaskan, tidak menjadi surut melainkan menggelora lebih besar lagi, dan menggentarkan dunia dengan nama-Nya.
Kaum Mennonite menekankan pentingnya kelahiran baru. Bukti kelahiran baru terlihat dalam upaya yang sungguh-sungguh untuk hidup sebagai murid yang sudah mengikatkan diri sepenuhnya kepada Kristus sebagai Tuhan. Tanda-tanda yang hidup dari kemuridan adalah kasih dan tidak menggunakan perlawanan dan kekerasan (non resistance).
Salah satu pernyataan rangkuman pengakuan iman dalam prepektif Mennonite berbunyi “kami percaya bahwa gereja Yesus Kristus adalah satu tubuh dengan banyak anggota, diatur sedemikian rupa supaya melalui satu Roh orang-orang percaya dibentuk secara rohani menjadi tempat tinggal bagi Allah”, merupakan bagian perjuangan dalam kesatuan tubuh Kristus yang harus terus dipertahankan dalam menghadapi tekanan dari luar.
Pandangan Anabaptis tentang gereja berdasar atas kehendak supaya persaudaraan yang sungguh dijelmakan, yang terdiri dari anggota yang saling mengasihi. Artinya prinsip ini bukanlah hanya ucapan perasaan-perasaan saleh, melainkan juga pelaksanaan yang nyata dalam hal membagikan harta benda masing- masing anggota, sehingga sengsara sesama manusia dikurangi, ini berarti tolong- menolong yang sewajarnya. Persaudaraan yang kuat dalam penderitaan, dalam kasih, saling menolong, tidak bermusuhan merupakan ciri kehidupan Anabaptis.
Gereja yang hidup, bertumbuh, berkembang dan berbuah semakin hari semakin besar oleh karena hidupnya saleh dan taat kepada Firman Tuhan.
Menonite berkembang justru karena kehidupan yang sederhana, saleh dan taat kepada Firman Tuhan.
Alkitab adalah Firman Tuhan yang mutlak untuk ditaati. Gereja merupakan persekutuan orang percaya yang bebas dari keterikatan dengan pemerintahan. Gereja tidak terlibat dalam pemerintahan, politik dan peperangan. Gereja hanya menjalankan hidup dalam kesalehan dan ketaatan kepada Firman Tuhan. Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan tetap mengasihi.
Pentingnya Kesatuan
Ilustrasi yang sederhana untuk menggambarkan sebuah kesatuan adalah sapu lidi. Sapu lidi itu terdiri atas banyak batang lidi, puluhan bahkan ratusan. Puluhan atau ratusan batang lidi itu tidak akan menjadi sebuah sapu yang kuat jika tidak disatukan. Itu berarti bahwa kesatuan lidi itu menunjukkan identitas sebuah sapu. Satu batang lidi tidak bisa dianggap sebagai sapu, tetapi beberapa batang lidi yang disatukan bisa dianggap sapu.
Ketika Tuhan Yesus berdoa agar para murid menjadi satu, salah satu tujuan utamanya adalah supaya dunia percaya kepadaNya. Itu kesatuan menjadi identitas kelompok orang percaya (para murid). Tidak dijelaskan kalau kelompok orang yang sudah percaya tidak bersatu lantas orang lain tidak bisa percaya Yesus, tetapi Yesus
sedang menekankan bahwa kesatuan akan mencirikan kehidupan kelompok orang percaya.
Jelaslah pentingnya kesatuan adalah untuk mencirikan identitas sebuah kelompok dalam konteks ini adalah kelompok orang percaya.
Kembali ke soal sapu lidi, banyaknya batang lidi yang disatukan akan menjadikan sapu itu kuat. Semakin banyak batang lidi yang disatukan semakin kuatlah sapu itu. Semakin kuat sapu lidi maka semakin baik fungsi dari sapu lidi tersebut, itu artinya bahwa kesatuan adalah kekuatan.
Jadi dengan demikian nyatalah bahwa kesatuan bukan saja mencirikan identitas sebuah kelompok, tetapi juga menjadikan kelompok itu kuat (kekuatan sebuah kelompok). Kalau ini dikaitkan dengan kehidupan orang percaya, kesatuan berarti mencirikan(identitas) hidup kelompok orang percaya dan kekuatan hidup kelompok orang percaya dalam menghadapi tantangan dunia ini.
Tujuan kesatuan
Tujuan utama kesatuan jelas sekali dalam doa Tuhan Yesus tersebut yaitu supaya dunia percaya kepada-Nya. Bagaimana atau mengapa dunia bisa percaya kepada Yesus ketika para murid menjadi satu? Ini merupakan pertanyaan yang bisa menjawab tujuan dari sebuah kesatuan.
Kita coba kontraskan kesatuan dengan membuat lawan katanya, yaitu perceraian. Ada identitas dalam perceraian tetapi itu jelas identitas yang buruk. Ada juga teladannya dalam perceraian tetapi itu teladan yang buruk. Itu artinya kesatuan merupakan identitas dan keteladanan yang baik. Perceraian, sebuah kelompok entah itu kelompok kecil atau besar adalah sesuatu yang tidak baik, tetapi sebaliknya kesatuan, sekalipun itu kelompok kecil tentu merupakan sebuah kekuatan yang baik. Benarlah sebuah kata-kata bijak “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.
Dengan kesatuan, kelompok orang percaya bisa menjadi teladan bagi dunia sehingga dengan demikian dunia tahu bahwa mereka adalah murid Yesus dan percaya kepada-Nya. Dengan kesatuan, kelompok orang percaya menjadi kuat, mempunyai kekuatan untuk menghadapi segala tantangan sebagai konsekuensi dari kepercayaannya kepada Yesus. Kekuatan orang percaya dalam memikul salib terletak pada kesatuannya, kesatuannya dengan Yesus dan kesatuannya dengan anggota tubuh Kristus.
Hal-hal yang Menguatkan Kesatuan
Hal-hal yang menguatkan kesatuan sebuah kelompok ada banyak, tetapi dalam tulisan ini akan dibahas tiga hal saja, yaitu: pertama: kesamaan visi dan tujuan; Kedua: kesatuan roh; dan ketiga: kesamaan ikatan.
Kesamaan Visi
Kelompok apa saja ketika didirikan pasti mempunyai vissi dan tujuan (goal\sasaran) yang hendak dicapai. Visi bisa didefinisikan berbeda dengan tujuan, tetapi bisa dianggap sama. Artinya visi itulah yang nanti menjadi tujuan akhir dari semua program kegiatan. Dalam tulisan ini kita akan difokuskan kepada vissi yang menjadi tujuan akhir dari sebuah pencapaian program kegiatan.
Ketika Tuhan Yesus berdoa untuk murid-murid-Nya dan semua orang percaya untuk menjadi satu tujuan utamanya supaya dunia percaya kepada-Nya. Setiap usaha yang dilakukan para murid muaranya adalah percaya visi Tuhan Yesus tersebut, yaitu dunia percaya kepada-Nya. Pokok-pokok pengajaran Tuhan Yesus muaranya juga pencapaian vissi tersebut.
Jelaslah kalau masing-masing anggota kelompok berpikir dan melakukan kegiatan untuk sebuah vissi dan pencapaian visi yang sama maka kuatlah kesatuan kelompok itu.
Kesatuan Roh
Mengutip nasehat Paulus kepada jemaat di Korintus mengenai “banyak anggota tapi satu tubuh” (1Kor. 12 bnd Rm. 3:8), merupakan gambaran kesatuan yang kuat. Masing-masing orang benar-benar berbeda, berbeda latar belakang, berbeda karunianya, berbeda karakternya, tetapi masih bisa menjadi satu kelompok yang kuat kalau masing-masing orang dalam kelompok itu memahami bahwa mereka “Roh” nya sama, dan disatukan dalam baptisan yang sama “dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus.” “Sebab dalam satu roh kita semua baik orang Yahudi maupun Yunani, baik budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (1Kor 12:13, dan ayat 4,5).
Pertanyaannya adalah mungkinkah jika seseorang hanya memiliki satu Roh bisa dibagi dua, tiga, atau empat? Jelas tidak. Itu artinya kalau masing-masing orang percaya dalam satu kelompok sadar bahwa mereka hanya memiliki satu Roh yang sama, tidak akan terjadi perpecahan dalam kelompok. Pengertian Roh dalam kontek adalah spirit (semangat/kekuatan spiritual). Tetapi entah itu dimengerti sebagai spirit, ataupun pendiaman Roh Kudus (Roh Kudus dalam hati orang percaya), artinya tetap sama yaitu sama-sama memiliki Roh Kudus yang sama dan Spirit yang sama. Dengan demikian maka kuatlah kesatuan kelompok orang percaya.
Jelaslah agar kelompok tetap kuat, masing-masing orang dalam kelompok disadarkan dan terus diingatkan bahwa mereka hanya memiliki satu Roh Tuhan yaitu Yesus Kristus.
Kesatuan Hati
Kembali kepada soal sapu lidi, yang paling menentukan sapu itu tetap menyatu dan kuat sebenarnya bukan ditentukan oleh banyaknya batang lidi, tetapi ditentukan oleh mutu ikatannya. Kekuatan ikatan sapu akan mempengaruhi apakah sapu itu bisa bertahan lama atau tidak dalam kesatuannya. Semakin mudah rapuh ikatan sapu semakin cepatlah tercerai berainya sapu.
Kekristenan, kelompok orang percaya tidak mudah tercerai berai kalau memiliki ikatan yang kuat. Kelompok orang percaya sekalipun jumlahnya banyak (misalnya dalam satu persekutuan, atau dalam satu denominasi), tidak otomatis menjadi kekuatan yang kuat, atau teladan yang bagus, bahkan sebaliknya menjadi cemohaan orang banyak, jika tidak memiliki ikatan yang kuat. Intinya hal yang mempersatukan sebuah kelompok dan itu menjadikannya kuat adalah ikatan.
Ada banyak ikatan yang digunakan untuk memperkuatkan kesatuan kelompok. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai ikatan “saling”. Dalam Alkitab saling ini adalah perintah untuk dilakukan antar sesama anggota tubuh Kristus, misalnya “hendaklah kamu saling mengasihi”, tetapi saling itu sendiri sebenarnya tercipta ketika seseorang berusaha mempraktekkan kasih untuk orang lain sementara yang lain juga sedang melakukan hal yang sama, tanpa memikirkan “saya melakukan kasih supaya orang lain juga melakukan atau saya melakukan kasih karena orang lain juga melakukan”. Sebenarnya secara otomatis “ikatan saling” tercipta ketika masing- masing orang berpikir dan berusaha melakukan hal yang sama.
Ada banyak saling, yang harus menjadi bagian dari sebuah kelompok agar kelompok itu kuat yaitu: saling mengasihi, saling memperhatikan, saling menghormati, saling melayani, saling menanggung beban, saling melengkapi sebagai anggota tubuh Kristus, saling menerima, saling mengaku dosa, saling membantu,
saling mengutamakan orang lain, saling mentaati, saling berkata-kata dalam mazmur, saling mengajar, saling menasehati, saling menghibur dan saling membangun, saling mendoakan, saling sehati dan bersatu.
Perpecahan dalam gereja cenderung terjadi. Oleh karena itu kesatuan dalam Tubuh Kristus, menjadi tekanan penting dalam kehidupan bergereja dan berjemaat secara khusus di pepanthan Bukit Sion dan secara umum kehidupan bergereja dalam lingkup sinode GITJ (Yoh. 17). Keteladanan Swiss Brethern, Meno Simon dan pengikutnya dalam kesatuan persaudaraan yang kuat dalam menghadapi tantangan dan tekanan wajib digelorakan.
Tekanan hidup, besarnya penganiayaan yang dihadapi oleh para pengikut Anabaptis dan Mennonite oleh karena pemerintah saat itu, namun hal itu tidak membuat mereka meninggalkan iman, justru kesatuan persaudaraan mereka semakin kuat, dalam kasih, dalam persekutuan dan dalam menanggung beban.
Ketaatan kepada Firman Tuhan, kesetiaan dan kesalehan hidup menjadi gaya hidup Mennonite, dan justru karena kehidupan yang seperti itulah, mereka semakin berkembang ke seluruh penjuru bumi bahkan sampai di Indonesia.
Dalam dunia postmodern, kebenaran menjadi “relative”, dan segala sesuatu menjadi “relative”. Demikianlah paham “relativisme” melihat dunia dengan segala keadaan yang dihadapinya, termasuk kelompok orang percaya (gereja, baik universal ataupun lokal) dalam menghadapi tantangan jaman yang semakin global. Akhirnya orang tidak lagi mementingkan kelompok tetapi egoisme pribadi, “yang penting saya senang, saya menang, tidak peduli dengan apa yang terjadi pada orang lain.” Kehidupan kesatuan persaudaran yang menjadi ciri kehidupan Mennonite tidak lagi nampak jelas dalam kehidupan bergereja, termasuk GITJ yang notabene adalah gereja Mennonite.
Perintah Tuhan Yesus untuk menjadi satu dalam kebhinekaan tidak lagi menjadi sesuatu yang penting. Banyak gereja terlalu eksklusif, tidak merasa perlu kerjasama dengan gereja lain, merasa paling benar, merasa paling lengkap, dan cenderung menjadi hakim atas gereja-gereja yang lain yang dipandang tidak “Alkitabiah”. Padahal seharusnya masing-masing gereja berpikir bagaimana melengkapi apa yang kurang dari gereja yang lainnya.
Kesatuan di dalam kebhinekaan merupakan identitas dan kekuatan untuk menyatakan kepada dunia bahwa Yesus benar-benar hidup di dalam orang percaya, sehingga dengan demikian orang percaya kepada Yesus melalui keteladanan yang demikian.
Besar harapan untuk GIJT, khususnya GIJT Margokerto pepanthan Bukit Sion Kancilan, agar di hari-hari kemudian tidak saling menyakiti, memfitnah, menyerang karakter masing-masing, tetapi sebaliknya melengkapi apa yang kurang pada anggota yang lain, “menutupi” kelemahan, mengampuni, mengobati yang sakit, mengasihi dan memberkati satu dengan yang lain, sehingga tidak lagi terjadi perpecahan dalam gereja. Sebab ketika hal-hal praktis dan sederhana dengan berdasar pada Alkitab adalah Firman Allah tanpa salah, diterapkan dalam kehidupan bergereja dan berjemaat pastilah pepanthan Bukit Sion Kancilan menjadi gereja yang dewasa rohani, kuat dalam iman dan menjadi kesaksian bagi dunia.
Pelaksanaan seminar akademik berjalan dengan baik ang diikuti oleh seluruh civitas akademik STT Sola Gratia Indonesia. Tuhan memberkati